Berserah

Lagu ini bagus dan universal banget. Liriknya nyentuh banget dan jadi motivasi banget. Banget banget deh pokoknya, jempolan banget. Check this out!

****

Kapankah pelangi datang setelah redanya hujan
Begitupun gelap malam, takkan tetap, takkan diam
Akan pergi digantikan pagi

Ada tangis lalu ada tawa, ada manis di balik kecewa
Begitulah biasanya, habis luka datang suka
Terimalah dengan hati yang rela

Berserah pasrahkan semua (pasrahkan semua) pada Yang Kuasa
Beri yang terbaik sepenuh jiwa
Berserah bukan berarti menyerah tapi tak henti percaya
Bahwa kita (bahwa kita) memang pantas bahagia

Bahagia pasti bersama kita
Bila jalani hidup dengan cinta
Memberi dengan rela, terima dengan suka
Setia sabar dan percaya

Berserah pasrahkan semua pada Yang Kuasa
Beri yang terbaik sepenuh jiwa

Berserah pasrahkan semua pada Yang Kuasa
Beri yang terbaik sepenuh jiwa
Berserah bukan berarti menyerah tapi tak henti percaya
Bahwa kita (bahwa kita) memang pantas bahagia

Kapankah pelangi datang setelah redanya hujan

****

- Berserah by Gamaliel - Audrey -
Read More..

Aku Ingin Hidup

Pagi ini sahabatku menuliskan ini untukku,
"Jangan menunggu Rian. Lihatlah yang ada di depanmu. Entah itu siapa dan apa. Kenangan itu memiliki kekuatan. Dan kenangan hanyalah kenangan. Jika kamu tetap menunggu, kamu tidak akan pernah bisa mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Dan jika itu terjadi. Maka kamu akan kesepian, meskipun ada seseorang di sampingmu yang memelukmu hangat."

Tetapi saran itu sudah tidak berlaku lagi buatku (tentu untuk sahabatku , juga, aku yakin). Aku sudah terlanjur kesepian. Aku sudah terlalu lama merasakan sepinya hidup ini meski aku berada di tengah keramaian kota. Dan sekarang bahkan kesepian itu tak terasa lagi, hatiku sudah cukup mati untuk ukuran sebuah "kesepian". Pernah kukatakan bahwa aku merasa seperti zombi, ragaku ada tapi jiwaku entah kemana.

Aku sudah dan sedang berusaha untuk move on dari kesepian ini. Tetapi sampai sekarang hasilnya masih nol. Mungkin diantara kalian ada yang sudah mengetahui bahwa saat ini aku punya seorang kekasih. Ya, aku menyukainya. Tapi hatiku masih terlalu berat untuk menyayanginya. Hatiku menolak untuk berusaha menyayanginya. Pikiranku lebih menyayangiku melebihi gerak tubuhku sendiri. Pikiranku melindungiku agar tak jatuh kembali dan merasakan sakit yang sama kembali.

Sahabatku mengatakan bahwa aku memutuskan menjalani hubungan ini hanya untuk pelarian. Yah, mungkin benar. Mungkin benar ini adalah pelarianku atas lumpuhnya sebuah harapan dan asaku. Kupikir meskipun ini hanya sebuah pelarian, pelarian ini bisa sedikit mengobati mati rasaku, tapi ternyata tidak. Tidak sama sekali. Tidak berefek apapun. Aku tak merasakan apapun.

Bahkan teman-teman yang kucoba untuk mempercayai mereka, telah mengingkari, menikamku dari belakang, membodohiku, dan memperburuk keadaanku. Memperburuk keadaanku untuk mempercayai orang-orang disekitarku. Yah, mati rasaku bertambah dengan krisis kepercayaan pada orang-orang disekitarku.

Aku tak peduli lagi.  Aku tak peduli lagi apa yang kurasakan. Aku ingin hidup. Aku hanya ingin hidup. Tapi bukan hidup seperti ini yang kuinginkan. Sampai kapan aku harus menunggu? Menunggu untuk menemukan satu hal  yang bisa melepasku hidup seperti ini.
Read More..

Kosong

:: This song description for "I am" now  ::

Sejauh mata hati menerawang
Sejauh mata memandang
Menembus cakrawala
Membawa anganku terbang
Melayang...

Kutatap seraut wajah tercermin
Tak kudapati bayangku
Terhapus ruang waktu
Terhapus masa lalu
Terhapus lembaran kisahku

Beribu bintang yang berkerlip riang
Tak satu pun tersenyum padaku
Kosong terasa di dalam relung hati
Dan jiwaku terasa...
Kosong

by Astrid - Kosong 
Read More..

Kesempatan Kedua

Kemarin di suatu sore, aku bertemu dengan seorang kawan lama. Dia sahabatku. Tempatku berkeluh kesah. Tempatku tertawa, menangis, bercanda, bertukar pikiran, beradu logika, dan (kadang) bertengkar. Egois satu sama lain, itu manusiawi. Lama sekali aku tak jumpa dengan gadis ini. Rasanya seperti bertemu sahabat lama yang sudah bertahun-tahun tak jumpa. Padahal baru beberapa bulan kebelakang aku (hampir) tak melihatnya. Yah, "kesibukan" kami yang sekarang bukan notabene anak kulihan lagi. 

Dulu kami memang satu tim untuk sebuah "artikel pendek" yang selalu dikerjar dateline. Juga satu tim dalam urusan organisasi kampus. Sekarang, dia yang mengurung diri di kamarnya dan ber-ilustrasi dengan segala imajinasi dalam setiap khayalannya. Dan aku yang menghabiskan waktu untuk menjadi seorang konsultan di bidang telekomunikasi. Oke, ini hidup kami sekarang. Dia mengirimkan tulisan-tulisannya ke penerbit, dan aku cukup "bahagia" mem-posting tulisanku di blog pribadiku. Seperti yang sedang kau baca sekarang.

Aku bertemu dengannya di warung makan langganan kami ketika kuliah. Warung Tini. Penyetan "mewah" dengan harga mahasiswa. Sebenarnya aku menyuruhnya datang untuk menemaniku makan. Oke, kini kami berbeda profesi, tetapi masalah cinta kami tetap sama. Terpaku pada satu orang yang tak jelas seperti apa kabar dan keadaannya.

Kami sudah berusaha melupakan mereka. Berusaha sangat keras melupakan mereka. Dan kami melupakan suatu hal yang sudah sangat jelas kami ketahui, "jangan berusaha untuk melupakan "suatu hal", karna kau tak akan pernah bisa melupakannya setiap kau mencoba melupakannya". Itu paten. Dan itulah otak manusia.

Kami hanya membayangkan dan mencoba bertanya pada diri kami sendiri atau bertanya satu sama lain, "jika seandainya suatu saat 'mereka' datang kembali, apa yang akan kamu lakukan?". Jawabannya satu, "menerimanya kembali". Lantas, pertanyaannya adalah, "'mereka' datang kembali dengan status 'mereka' yang masih single atau sudah punya pasangan hidup?" Cukup berat bukan? Kami hanya bisa tertawa di atas rasa "kasian" terhadap diri kami sendiri.

Mungkin saat ini kami sudah mempunyai "pasangan" masing-masing. Kami sedang (mencoba) menjalani hidup kami yang baru. Hidup bersama dengan orang yang (mungkin) kami sukai. Entah dengan hati yang (cukup) lapang untuk menjalaninya atau hanya setengah hati kami. Pikiran kami masih sama seperti dua tahun lalu. Bagaimana jika "mereka" datang kembali disaat kami (sedang) menjalani hidup kami yang baru?
Masalah bukan ketika "aku" menghancurkan sebuah persahabatan demi seorang "aku" yang "mereka" suka, tetapi masalah adalah ketika (kelak) orang yang "aku" cintai datang kembali dikehidupanku ketika "aku" memiliki kehidupan baru yang "hampir" kujalani dengan sepenuh hati.

Kenapa kami mengatakan ini?

Karna (mungkin) kesalahan ada pada kami. Kami yang menyulut api dari hubungan ini. Kami mengejar ketika mereka bahagia dengan hidup mereka dan kami pergi ketika mereka mengejar untuk mendapatkan hidup kami setelah "membuang" hidup bahagia mereka. Dan inilah sebuah penyesalan. Ketika mereka harus pergi dan kami berusaha mencarinya, demi mendapat sebuah "kesempatan kedua".

Pernah, kami sepakat untuk move on. Move on dari cerita tentang "mereka". Tetapi itu gagal. Mimpi dan kejadian-kejadian ganjil selalu datang pada kami. Memberikan insyarat atau mungkin (hanya) sekedar bunga tidur yang kami tanggapi terlalu serius. Tapi kami, adalah dua orang dari segelitir orang yang percaya pada Tuhan, mimpi, dan kejadian-kejadian yang (mungkin) "sengaja" dibuat oleh Tuhan untuk memberikan isyarat pada kami. Karna satu yang kami percaya, kebetulan itu tidak ada. Semua atas kehendak Tuhan.

Kesimpulannya, sampai kapan kami bisa bertahan menjalani hidup seperti ini? Berjuang menghapus mati rasa ini, berjuang untuk rasa bersalah di masa lalu, berjuang demi harapan mendapat sebuah kesempatan kedua, atau berjuang untuk mendapatkan masa depan terbaik bagi kami. Ini bukan hal yang mudah kami jalani. Dan kami berusaha menjadi "kuat" untuk diri kami sendiri.

- dedicated to Rian and Idam -
Read More..

I Just Wanna Love MySelf

Ini curhatanku. Ingat, hanya curhatanku. Jika kalian menbaca ini, segera lupakan. Karna ini (sekali lagi) hanya curhatanku. Dan tidak ada hubungannya dengan hidup kalian *bussyyeettt dah (LOL)

Yang tahu cerita hidupku dari SMA sampai sekarang pasti tahu siapa orang yang (sempat) sangat aku sayang selama ini, (mungkin) sampai sekarang. Rian. Yah, orang itu benar-benar nggak bisa hilang dari pikiranku, sampai sekarang.

Beberapa minggu lalu, aku sempat memimpikannya. Dalam mimpiku, dia menelponku, bicara panjang lebar dengan segala gaya slengekan'nya. Intinya dia menyuruhku untuk berhenti memikirkannya dan mencari yang lain. Sehari kemudian, orang yang sangat diharapkan oleh orang tuaku untuk menjadi pendamping hidupku juga mengatakan hal yang sama, "cari yang lain". Oh Tuhan, what's happened?? or what's happening?? What's Your plan? Yeah, itu yang kutanyakan saat itu, tentu. Menangis? Iya. Just a little (maybe).

Okay, masih ingat kapan terakhir kali Rian menghubungiku? 2 November 2006. "Sayang, nanti pas ultahmu kita pergi bareng ya. Kamu mau kado apa?" Pasti bisa ditebak kan apa jawabanku? "Cukup kamu datang ke tempatku, aku udah senang. Cukup ada kamu."

After it? Aku hanya menunggu, menunggu datangnya keajaiban bahwa benar-benar akan datang seorang yang (sangat) kutunggu. Akhirnya, usia 17-ku dirayakan oleh sahabat-sahabat baikku. Aku menunggu dan itu sudah cukup. Berusaha untuk melupakannya dan aku yakin bisa.

3 tahun yang lalu, (mungkin) adalah hal terberat yang pernah kualami. Biasalah ya mahasiswa alay yang diputusin sama cowoknya. Hahaha... Setelah itu benar mati rasa. Tak bisa percaya pada satupun orang di dunia ini. Sebenarnya ada alasan lain yang tak bisa diceritakan disini tentang mengapa aku mati rasa dan tak bisa percaya pada seorangpun. Dan cerita ini sangat merubah cara pandangku pada setiap orang.

Sebelum tulisan ini, udah kuceritakan bukan bahwa aku juga sempat suka pada beberapa orang tapi tak ada hasil *kasian banget gw*. Now, ada lagi seorang yang aku suka. Aku suka dia di pandangan pertama *kenapa sih pandangan pertama begitu menggoda*. Dan aku nggak bisa deskripsiin kenapa aku bisa suka sama dia. Jadi, plis, jangan tanya alasannya, jangan tanya mengapa, karna aku tak tahu jawabnya.

Well, dia udah punya pacar. Biasa lah ya, ikut nimbrung di ibu-ibu arisan gosip sana sini, mmm... salah, lebih tepatnya nguping. Yeah, just nguping. Well done. Aku nyerah seketika pas denger dia dah punya pacar. Sori, gw bukan perusak rumah tangga orang. Oke, lupa sejenak tentang dia. Tapi suliiiitttt,,, tiap hari guweh ngeliat dia gitu loohh. Mana bisa lupa, dan semakin lama, aku semakin menyukainya *shy. Tuhan please,,, tutup mataku rapat-rapat pada orang yang sudah punya pendamping *batinku*.

Finally, I still like him *gileee lu dro!*

Suatu malam setelah long break, aku ketemu dia, secara nggak sengaja. Dia minta nomer hp'ku dan dengan sigap (tentu) aku kasih lah ya,, please deh, kesempatan itu cuma datang sekali *sori bro, guweh belajar dari pengalaman*. Okay, aku denger sana sini tentang dia, baik buruknya dia, dan yang paling tak kusangka, seorang temanku "menawarkan" dia padaku. "Sama ini, mau nggak?" Speechless, itu pasti *mauuu beuuudd >> batinku*.

Pertanyaannya, "kenapa sahabatnya 'menawarkan' dia padaku? Sedangkan dia sangat tahu sekali bahwa temannya sudah punya pacar."

Akhirnya kita deket dan semakin deket. Oke, abaikan soal kedekatan ini, karna sekarang kita sangat dekat. Dan nggak perlu dibahas lagi.

Now, kita bicara tentang "aku". Tentang aku yang (sampai saat ini - masih) mati rasa dan sedikit sekali kepercayaan yang bisa kuberikan pada seseorang. Saat ini, aku sedang mencoba percaya di atas ketidakpercayaanku padanya. Abaikan omongan orang lain, yang penting aku nyaman dengannya, apapun kata orang lain, mereka bukan "aku" yang menjalaninya secara langsung. Aku hanya mengikuti kata hatiku. Tentu saran dan "kebaikan" orang lain sangat aku terima, tapi bukan berarti aku harus melakukannya, bukan? I drive my action. That's me.

Aku mencoba percaya, aku berusaha percaya padanya, aku belajar percaya padanya. Aku yakin, ini nggak akan sia-sia. Setidaknya jika aku gagal, itu adalah satu pelajaran lagi buatku.

Tentang mati rasa yang kualami, saat ini masih. Setengah hati pada hubungan ini? I don't want it. Aku sadar, aku sayang dia, sekarang sangat menyeyanginya. Dan inilah lack'ku. Aku masih "takut" untuk "sakit" kembali. Aku "takut" untuk "percaya". Trauma? I don't know. Takut ditinggalkan? Maybe. Aku hanya me-maintenance diriku sendiri agar nanti jika dia "pergi" entah dengan alasan apapun, aku tak terlalu (red. perlu) merasa "sakit".

Egois kah? Tak dewasa kah? I just wanna love my self.

Lalu, apa hubungannya aku menceritakan tentang hari dimana Rian terakhir menghubungiku? Aku takut itu akan terjadi lagi, dan sepertinya akan benar-benar terjadi di usia 24-ku. Jujur, aku tak ingin merasakan perasaan yang sama seperti itu lagi.

Masih ingat kan? Ini hanya curhatanku. Setelah ini, lupakanlah. Dan aku berjanji untuk tetap tersenyum, untuk kalian yang selalu menyemangatiku dan untuk dia yang (saat ini) sangat aku sayang. Love you all, guys. And do love you beib.
Read More..